Santri as the Agent of Change
Suarapatinews.com – Pati Di era yang semakin modern ini, seorang yang mengikuti pendidikan agama islam di pesantren atau yang biasa disebut dengan “santri” harus memiliki intelektual yang tinggi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa globalisasi merupakan era yang ditandai dengan hilangnya batas teritorial suatu bangsa. Ini memungkinkan hilangnya suatu budaya bangsa. Maka dari itu, politik, ekonomi, dan budaya suatu bangsa dapat mempengaruhi, mewarnai dan menginspirasi kebijakan bangsa lain. Globalisasi tidak hanya memberikan dampak positif dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi tetapi juga membawa banyak perbedaan prinsip agama dan budaya bangsa. Hal tersebut menjadi penyebab turunnya otonomi dan jati diri bangsa.
Sebagaimana kita tidak sadari bahwa globalisasi telah mencemari kehidupan manusia seperti adanya pola pikir praktis, kemerosotan moral, dan gaya hidup barat.
Kehadiran globalisasi yang tidak dapat dihindari dapat membawa dampak yang signifikan bagi kehidupan masyarakat suatu negara, khususnya di Negara Indonesia. Dalam konteks era globalisasi ini, generasi muda khususnya santri sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of control (agen pengontrol) memiliki peran yang besar untuk mempertahankan karakter. Dalam hal ini seorang santri sebenarnya memiliki tantangan yang lebih besar dari pada pemuda pada umumnya karena selain ilmu yang umum, santri memiliki ilmu yang lebih agamis yang dapat mengetahui hakikat dirinya sebagai makhluk yang saleh dalam memahami kehidupan yang baik. Seperti memperkuat nilai-nilai ketuhanan agar tidak mudah terpengaruh, memelihara status dan akhlak, menambah ilmu, mampu menjadi ahli ilmu dan teologi, memiliki sikap toleransi, dan berpikiran terbuka.
Seperti misi yang diterapkan dalam Ma’had Al-Jami’ah Walisongo oleh Dr. KH. Fadlolan Musyafa, LC, MA yaitu “Having International Knowledge and Local Wisdom” yang artinya “Memiliki Pengetahuan Internasional dan Kearifan Lokal”, maksud dari misi tersebut adalah santri harus memiliki ilmu yang bertaraf internasional namun tetap memiliki karakter lokal. Di era globalisasi ini, kita harus memiliki pengetahuan internasional agar tidak mudah tertipu oleh pengaruh negatif di era globalisasi ini karena sekarang penjajahan tidak menggunakan senjata, tetapi menggunakan pemikiran. Oleh karena itu, kita harus mampu menguasai ilmu pengetahuan internasional guna menjawab tantangan zaman. Di sisi lain, kita harus tetap memiliki karakter lokal yang mencerminkan jati diri kita sebagai santri.
Seperti slogan kita sebagai seorang santri, yaitu “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah” yang artinya menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Maksud dari kaidah ushul fiqih tersebut adalah jika diterapkan dengan pendidikan dunia pesantren maka akan melahirkan pesantren yang dapat menggabungkan sistem pendidikan modern untuk dapat bersaing di era industri 4.0 dan tanpa melupakan unsur tradisi lama kepesantrenan seperti mendalami kitab kuning, juga termasuk pendidikan ruhaniyah, pendidikan akhlaq dan karakter santri yang itu juga sangat penting. Karena santri juga merupakan generasi penerus yang akan meneruskan para pahlawan perjuangan bangsa dan negara untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi Baldatun Thoyvibatun Wa Robbun Ghofur.
By : Zumalafh
No comment for Santri as the Agent of Change