JAKARTA, SUARAPATINEWS.com – Gelombang aspirasi dari pesisir kembali menggema di pusat pemerintahan. Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) resmi mendatangi Kantor Sekretariat Negara pada Jumat (26/9/25).
Untuk menyampaikan 14 poin tuntutan hasil Rembug Nelayan Nasional. Aspirasi itu diharapkan dapat diteruskan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Ketua Umum SNI, Hadi Sutrisno yang juga merupakan nelayan asal Pati, menegaskan bahwa aspirasi yang dibawa benar-benar lahir dari hasil rembuk nelayan nasional.
Menurutnya, tuntutan tersebut mewakili suara nelayan dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi.
“Ini bukan sekadar usulan dari kelompok kecil, melainkan hasil rembuk nasional. Kami ingin pemerintah mendengar langsung jeritan hati para nelayan
Karena merasa terbebani oleh sejumlah kebijakan yang tidak pro terhadap mereka,” kata Hadi kepada wartawan, Minggu (28/9/25).
Salah satu poin yang paling disorot adalah terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) laut. Menurut SNI, kebijakan tersebut tidak adil dan tidak jelas objeknya.
Nelayan menilai, PBB laut hanya menambah beban tanpa ada manfaat nyata bagi mereka.“Kami menolak.
Nelayan sudah cukup terbebani dengan berbagai pungutan. Kebijakan seperti ini justru membuat kehidupan nelayan semakin sulit,” lanjutnya.
Selain itu, SNI juga menyoroti kebijakan naturalisasi kapal asing yang dinilai dapat mengancam kedaulatan ekonomi maritim Indonesia.
Menurut Hadi, jika kapal-kapal asing diberi ruang lebih luas, maka nelayan lokal akan semakin terpinggirkan.
“Kebijakan kapal asing hanya akan menggerus ruang gerak nelayan kecil. Kita ingin laut Indonesia benar-benar untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan untuk asing,” imbuhnya.
Dalam audiensi dengan Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, SNI menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi nelayan
Agar tidak mudah dikriminalisasi ketika melaut. Menurut mereka, nelayan seringkali tersandung kasus hukum hanya karena aturan yang tumpang tindih.
Lebih lanjut, SNI juga menyoroti penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor perikanan. Mereka meminta agar tarif PNBP maksimal hanya 3 persen, dan penerapannya dilakukan setelah perhitungan total biaya produksi nelayan.
Dengan demikian, kebijakan tersebut lebih adil dan tidak mencekik nelayan kecil.“Kami berharap Presiden RI, Prabowo mau mendengar langsung aspirasi ini.
Kami ingin ada kesempatan silaturahmi, agar SNI bisa menyampaikan detail permasalahan yang dihadapi nelayan di lapangan,” kata Hadi.
Sementara itu, pemerintah melalui Wakil Mensesneg Juri Ardiantoro menyatakan akan menampung seluruh aspirasi yang disampaikan.
Ia berjanji aspirasi tersebut akan diteruskan kepada Presiden RI, Prabowo. “Kami memahami aspirasi ini sangat penting bagi nelayan.
Pemerintah akan menindaklanjuti dan memastikan ada pembahasan lebih lanjut,” ucap Juri.
Langkah SNI ini menjadi perhatian publik, karena menyangkut hajat hidup jutaan nelayan di seluruh Indonesia.
Banyak pihak berharap agar pemerintah benar-benar merespons tuntutan ini secara serius, bukan sekadar menerima aspirasi tanpa tindak lanjut.
Sebab, nelayan merupakan salah satu pilar penting ketahanan pangan dan ekonomi nasional.
Dengan menghapus kebijakan yang membebani dan meninjau kembali aturan-aturan yang tidak berpihak pada rakyat kecil
Maka kami berharap kedepan bagi sektor kelautan Indonesia dapat tumbuh lebih berkeadilan.
Aspirasi SNI menjadi sinyal kuat bahwa nelayan ingin perubahan nyata, bukan janji semata. (red)